Saya hampir tidak percaya jika di Jakarta ini, tepatnya di Kelurahan Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan terdapat oase bagi ibukota. Bahkan kampung ini sudah diberitakan oleh jaringan berita BBC ke 33 negara karena berhasil menghijaukan kampung mereka selama kurun waktu 10 tahun lebih.
Selain itu kampung ini baru saja dinobatkan sebagai Kampung Proklim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Prestasinya belum selesai sampai di situ. Rawajati adalah kampung salah satu binaan Astra yang menjadi kampung percontohan penghijauan skala nasional.
Tak heran sejak tahun 2015, kampung ini diresmikan sebagai salah satu Kampung Berseri Astra (KBA) yang mendapatkan penghargaan sebagai kampung yang memiliki bank sampah terbaik di Jakarta pada tahun 2017 lalu.
“Saya berterima kasih kepada Astra karena berkat bantuan Astra, kampung ini berhasil memenuhi syarat sebagai Kampung Proklim. Saya ini gaptek, makanya saya berterima kasih karena dibantu oleh Astra untuk memenuhi semua persyaratan sehingga bisa melampaui nilai yang sudah ditentukan,” kata Ibu Ninik Nuryanto, salah satu pelopor penghijauan di Rawajati sejak tahun 2001.
Baca Kisah Pemuda Penyelamat Hutan yang Memberikan Harapan Baru bagi Pembalak Liar
Nah buat yang belum tahu apa itu Kampung Proklim, program ini merupakan salah satu perhatian KLHK dalam menghadapi persoalan perubahan iklim di dunia. Salah satu yang diukur adalah kadar oksigen di lingkungan KBA Rawajati.
Selain itu ada beberapa faktor yang juga tidak mudah untuk dipenuhi menjadi sebuah Kampung Proklim. Misalnya upaya pengendalian kekeringan, banjir dan longsor, upaya peningkatan ketahanan pangan, pengendalian penyakit, pengelolaan sampah baik limbah padat dan limbah cair serta pemanfaatannya, budidaya pertanian, peningkatan tutupan vegetasi dan pencegahan kebakaran lahan atau hutan.
Semua penilaian Kampung Proklim tersebut akhirnya bisa terpenuhi oleh KBA Rawajati berkat bantuan dan bimbingan Astra.
Nah, untuk membuktikannya, saya kemudian diajak oleh Ibu Ninik untuk melihat beberapa hasil usaha mewujudkan KBA Rawajati sebagai Kampung Proklim yang memenuhi syarat tersebut. Pusat kegiatan KBA Rawajati berada di Jl. Zeni AD 4 tepatnya berada di depan Masjid Hizbul Wathon.
Saat memasuki area Kampung Rawajati memang membuat saya mengingatkan kampung halaman yang memiliki banyak pohon dan hijau. Bedanya, di kawasan padat penduduk ini justru tumbuh pohon-pohon rindang nan tinggi sehingga menjadi kanopi alami bagi warga sekitar.
Yang membuat saya takjub, suasananya seperti di Yogyakarta. Bersih dari sampah, meskipun ada paling hanya sampah dedaunan yang berguguran. Di setiap rumah terdapat kantung berwarna biru bertuliskan Kantong Bank Sampah. Belakangan saya baru mengetahui bahwa semua sampah bisa bernilai. Masyarakat bisa menabung dengan menyetorkan sampah kering maupun sampah basah berupa limbah rumah tangga ke bank sampah di KBA Rawajati.
Dengan cekatan, Ibu Ninik dibantu dengan asistennya menunjukkan cara mengolah sampah kering dan sampah basah. Sampah kering dipilah sesuai dengan kelompoknya seperti botol bekas air mineral, gelas plastik, hingga plastik-plastik bekas kemasan kopi atau detergen.
Sementara pengolahan sampah organik berupa sampah organik padat dan sampah organik cair dipisahkan dalam dua tempat yang berbeda. Proses pengolahan sampah pun sebetulnya sangat sederhana.
Jika kamu mau coba, bahan yang dibutuhkan hanya sebuah tong plastik yang sudah dilubangi di seluruh bagian sampai dengan bagian permukaan atau dasarnya. Kemudian diberikan bahan sterofoam di bagian dasarnya dan dilapisi dengan karpet sebagai penutupnya di bagian atas dan di bagian bawah.
Sampah-sampah dicacah dan dijadikan satu dengan kompos yang masih kasar. Limbah harus sering diaduk dengan waktu cukup lama hingga satu bulan lamanya. Namun menurut Ibu Ninik, jika ingin dipercepat bisa menggunakan EM4, sejenis bakteri yang bisa membuat pembusukan menjadi lebih cepat. Prosesnya bisa memakan waktu sampai dengan satu minggu saja.
Di KBA Rawajati ini, semua limbah rumah tangga di pusatkan di Bank Sampah. Kemudian diolah dan hasilnya dijual kembali. Satu kantong kompos siap guna untuk media tanam dijual dengan harga Rp 10 ribu rupiah dengan berat 4 kg. Kadang-kadang jika ada warga minta bahkan digratiskan kata Ibu Silvia yang kini melanjutkan program penghijauan di KBA Rawajati.
Di bank sampah ini juga terdapat sebuah rumah kaca yang memiliki beberapa tumbuhan hidroponik. Untuk ukuran sebuah kampung di Jakarta yang terkenal panas dan berpolusi, datang ke KBA Rawajati ini seperti mendatangi kawasan Puncak, Bogor. Hampir di setiap pinggir jalan terdapat pohon dan tumbuhan hijau yang menjadikannya terlihat asri.
Semua proses pengolahan limbah di KBA Rawajati memang sudah terstruktur. Semua limbah kering saja sudah bisa dimanfaatkan untuk kerajinan ataupun untuk digiling dan dicacah untuk disetor kembali ke bank sampah kota di daerah Matraman.
Proses penyetoran bank sampah dilakukan secara manual. Semua setoran sampah dicatat dalam sebuah buku setelah ditimbang. Setelah KBA Rawajati mendapatkan hasil penjualannya, barulah dana tersebut dibagikan secara merata kepada warga yang memiliki tabungan di bank sampah sesuai dengan berat sampah yang disetor.
Melihat semangat dan juga kerja keras warga KBA Rawajati ini mengingatkan saya pada cerita seorang teman yang pernah tinggal di Jepang. Di Jepang semua warga harus paham cara mengolah sampah. Karena di Jepang sudah ada aturan tersendiri tentang pengelolaan sampah.
Jika sampah-sampah tidak dipilah dan ditempatkan sesuai dengan aturan baku yang berlaku, maka sampah-sampah tersebut tidak akan diangkut oleh tukang sampah. Risikonya sampah akan semakin menumpuk di rumah. Untunglah ada ketua RT yang akhirnya menjelaskan dan menyosialisasikan cara mengolah sampah rumah tangga di Jepang yang membantu teman saya yang mengalami cultural shock itu.
Penanaman tentang kepedulian tentang sampah memang harus diajarkan sejak dini. Sampah menjadi salah satu masalah besar di negeri ini. Menurut catatan KLHK bahwa di DKI Jakarta saja setiap hari terdapat 7.000 ton sampah. Jika warga sadar dan bisa mengelola sampah seperti warga KBA Rawajati tentu sampah-sampah tersebut bisa memiliki nilai lebih.
Meskipun mudah tapi memang dibutuhan konsistensi untuk mengelola sampah. Salah satu persoalan KBA Rawajati adalah mempertahankan kebiasaan warga untuk memilah sampah. Pasalnya saat ini berganti generasi seiring waktu berjalan. Jika generasi muda tidak diajak dan tidak diajarkan untuk mengelola sampah, jumlah sampah di Jakarta dalam setahun bisa saja akan melebihi angka 2.2 juta ton seperti angka pada tahun 2017 lalu.
Beruntung KBA Rawajati masih memiliki ibu-ibu PKK yang sigap membantu mengolah sampah-sampah kering menjadi kerajinan yang memiliki nilai meteril. Sampah-sampah bekas koran dan kertas bisa diolah menjadi kerajinan seperti wadah, tas, keranjang dan produk bernilai lainnya.
Yang tidak kalah menarik justru seperti tikar dari bungkus plastik kopi sachet ini. Ternyata meskipun ada puluhan RT di KBA Rawajati tetap masih membutuhkan waktu sampai dengan dua tahun untuk menyelesaikan sebuah tikar dengan panjang sekitar 2,5 meter ini hingga selesai.
Produk-produk kerajinan dari sampah ini ternyata laris manis saat dijajakan di beberapa pameran. Apalagi ketika ada kunjungan dari beberapa tamu. KBA Rawajati sudah dikunjungi oleh ribuan tamu dari dalam dan luar negeri. Pada saat kunjungan itulah produk-produk mereka laris dibeli.
Selain bank sampah, salah satu cara untuk menanggulangi sampah organik dengan cara mudah adalah menggunakan lubang biopori. Di setiap rumah memiliki lubang biopori yang berguna untuk resapan terutama saat hujan. Namun selain itu, bisa juga menjadi tempat untuk pembentukan kompos.
Hampir di semua sudut rumah memiliki tempat sampah yang berbeda. Ada sampah kering, sampah basah dan sampah organik. Terlebih yang paling membuat saya teringat dengan kawasan asri di kampung adalah tumbuhan dan tanaman yang dijejerkan di depan rumah membuat suasana menjadi sangat asri. Lingkungan menjadi indah dan sedap dipandang.
Selokan pun terlihat bersih. Setiap rumah memiliki kantong sampah yang bisa disetorkan ke bank sampah saat sudah teriisi. Setiap rumah juga memiliki tempat sampah untuk sampah cair berupa sampah organik bekas buah-buahan atau sayuran.
Bukan hanya pengelolaan sampahnya saja yang juara di KBA Rawajati. Gagasan one village one product sampai saat ini bisa dirasakan manfaatnya oleh warga KBA Rawajati. Setiap RT memiliki produk olahan pangan sendiri.
Warga pun bisa membuat kerajinan tangan sendiri dari sampah. Contohnya seperti tempat tisu ini yang terbuat dari kertas koran bekas.
Yang membuat saya selalu tertarik mengikuti kunjungan Astra adalah menanam pohon. Setelah tempo lalu ikut menanam pohon manggis di kawasan Cugenang, Cianjur. Saya juga ikut menanam pohon kelor di kawasan sekitar KBA Rawajati. Kadang-kadang suka malu sendiri karena di samping rumah saja masih tumbuh ilalang tinggi tanpa bisa dimanfaatkan dengan baik
Baca Serunya Ikut Aksi Tanam 1000 Pohon di Cianjur
Kunjungan ini benar-benar membuka mata saya bahwa Jakarta ternyata masih punya harapan untuk bisa lebih baik. Jakarta tidak hanya identik dengan persoalan kemacetan dan polusi kendaraan bermotor saja. Jakarta bisa lebih baik jika semua warganya ikut turun tangan, membantu menghijaukan lingkungan seperti yang sudah dilakukan oleh warga KBA Rawajati. Dengan demikian, cita-cita zero waste pada tahun 2020 benar-benar bisa diwujudkan, pungkas Ibu Ninik Nuryanto.
Kuncinya adalah kepedulian dari kita ya, Mas. Asal kita punya niat, punya konsep, dan mau mewujudkan Jakarta akan bisa tertib dan hijau juga.
Kepedulian dan kemauan mbak,,, yg susah melawan rasa malasnya aja hahaha
coba ya kalau semua desa/kecamatan bisa bikin spt ini pastilah gak perlu ada sampah yg menggunung
Iya betul mbak, kampung ini jadi percontohan di Jakarta. Jadi, sudah sejak zaman Sutiyoso kampung lain di Jakarta belajar menghijaukan lingkungannya ke KBA Rawajati
Harusnya tiap kampung bikin yaaa… Jadi semua kampung indah dan mandiri.
Yuk di Tangsel bikin kayak gini hahahaha
Wah hebat yach KBA Rajawali…pengin ikutan dong kalo ke sana
Deket bu ini dari stasiun Kalibata
waahh keren banget kang, informatif, berguna,kalau saya udah dibeli tuh dagangannya heheheh
iya, nyesel banget gak beli banyak peyeknya hahaha, peyeknya enak nih mbak.