Berbekal lomba sebuah foto yang digelar oleh Nutrisi Bangsa di Instagram. Tidak ada yang menyangka jika akhirnya foto Deho Fufu di Minahasa mengantarkan saya terbang ke Semarang. Soalnya saya gak punya stok foto makanan khas Semarang yang jadi kota tujuan Jelajah Gizi tahun 2018 kali ini.
Fyi, sudah kesekian kalinya saya ikutan lomba Jelajah Gizi, tapi enggak pernah nyangkut. Namanya rezeki dan jodoh memang tak pernah tertukar. Ternyata jodoh kuliner saya ada di kota Lumpia, hmmm pasti udah pada tahu kan makanan khas Semarang yang bakal saya certain di bawah ini?
Apa itu Jelajah Gizi?
Nah, buat yang belum tahu tentang kegiatan Jelajah Gizi yang sudah dilaksanakan kesekian kalinya oleh Nutricia Sarihusada memiliki tema besar yang ingin diusung, yaitu tentang pangan berkelanjutan.
Arif Mujahidin, Corporate Communication Director Danone Indonesia berharap bahwa dari kegiatan Jelajah Gizi Semarang 2018 ini memberikan dampak luas agar masyarakat bisa memilih makanan yang baik untuk kesehatan, baik untuk bumi dan manusianya.
Ngomong-ngomong soal makanan khas Semarang itu tidak lepas dari rebung. Yup, rebung adalah tunas muda pohon bambu yang menjadi salah satu bahan olahan dalam Lumpia dan juga Lontong Cap Go Meh.
Saya jadi penasaran kenapa makanan khas Semarang itu dominan menggunakan bahan dasar rebung? Ada yang tahu enggak?
Makanan Khas Semarang banyak Dipengaruhi Budaya Tiongkok
Kalau cerita dari om Jongkie bahwa kuliner Indonesia itu hampir lebih dari separuhnya dipengaruhi makanan dari Tiongkok. Nah, rebung ini salah satunya termasuk bahan makanan dari Tiongkok yang dikawinkan dengan olahan makanan khas Jawa.
Jangan lupa, kata Prof Ahmad meskipun rebung ini memiliki bau khas tapi punya kandungan yang bermanfaat bagi tubuh dan juga sebagai antioksidan. Nah, percaya kan kalau orang zaman dulu usianya panjang-panjang, jangan-jangan emang rajin makan rebung yak?
Seumur-umur baru kali ini juga saya menikmati lontong cap go meh yang rasanya pas. Kuahnya tidak terlalu tajam dan punya rasa yang soft. Yang paling saya suka adalah topping-nya yang lengkap mulai dari rebung, bubuk kedelai, serundeng, buncis, kacang panjang, tempe, telur rebus, sambal dan ada udangnya juga.
Usaha yang sudah dirintis oleh Om Jongkie sejak tahun 1991 ini benar-benar mengenalkan saya cita rasa baru dari lontong cap go meh dengan rasa yang autentik.
Enggak heran kalau Rumah Makan Semarang yang ada di Jalan Gajah Mada no 125-127, Semarang ini selalu menjadi rujukan wisatawan yang ingin mencicipi kuliner asli khas Semarang.
Makanan Khas Semarang Paling Legendaris
Berbeda dengan lumpia yang saya beli di abang-abang pinggir jalan di samping Stasiun Sudirman Jakarta, lumpia yang disajikan di RM semarang ini ukurannya kecil seperti risoles, namun tetap disajikan dengan acar timun, cabai rawit dan juga bumbunya yang kental.
Benar kata orang, salah satu ciri makanan khas Semarang yang autentik itu adalah olahan rebungnya tidak berbau. Ketika saya mencicipi lumpia yang cuma dua kali suapan ini rasanya terasa lembut di dalam dan renyah di luar.
Lagi-lagi saya dikagetkan dengan bentuk siomay di RM Semarang. Bentuknya bukan seperti siomay Bandung pada umumnya. Apalagi disajikan dengan sambal merah dan bukan sambal kacang. Tapi, soal rasa memang cukup lembut dan tidak terlalu tajam.
Saya jadi paham bahwa cita rasa autentik makanan khas Semarang itu memang memiliki rasa yang lembut, ada rasa manis tapi soft serta gurih yang tidak terlalu merangsang.
Sajian Penutup di Rumah Makan Semarang
Sebagai sajian penutup, RM makan yang memiliki bangunan heritage dan koleksi antik ini menyajikan es rujak dan es cao. Saya kebetulan kebagian mencicipi es cao atau es cincaunya.
Isiannya ternyata tidak berbeda jauh seperti es campur yang dinikmati dingin-dingin saat berbuka puasa. Ada kolang-kalingnya, sedangkan buahnya ada pepaya dan kelapa disamping bahan utama cincau hitamnya.
Ini satu-satunya sajian yang bercirikan khas Jawa karena rasanya sangat manis untuk ukuran lidah saya yang sudah mulai mengurangi yang manis-manis.
Oh ya, di bagian belakang RM Semarang ada sebuah bemo dan dua andong. Menurut saya bemo yang paling menarik. Soalnya bemo tersebut benar-benar sangat terawat dan pajaknya hidup. Amazing!
Bagi saya, bemo tersebut menjadi bukti bahwa Om Jongkie benar-benar bisa merawat Kuliner Semarang sehingga bisa diwariskan ke generasi selanjutnya.
Sebagai penutup Prof Ahmad berpesan bahwa “You Are What You Eat“. Kalau makan yang panas-panas biasanya orangnya gampang panasan hahaha. Ya, kira-kira kita udah wajib banget memilah dan memilih makan yang baik.
Kata orang, halal aja enggak cukup tapi harus baik juga, gak beda jauh kayak milih jodoh lah, hahahaha. Jadi, pilih makanan khas Semarang yang baik dan menyehatkan untuk tubuh kita juga ya.
So, kalau pas traveling ke Bangkok, kayaknya saya gak bisa deh icip-icip makanan atau jajanan ekstrim di sana. Ya, kalau jangkrik sih di Gunung Kidul juga banyak sih ya hahahaha.
Pengen balik kesini lagi. Pengen nyobain nasi liwetnya. Sama pesan Kroket lagi hhhah
krn saya gak nyobaik kroketnya hahaha
Kirain ada pakar kuliner William Wongso, ternyata pemilik rumah makan ??
Fyi masakan yang disajikan serba mungil gini mungkin utk menak yang ga mementingkan kenyang, tapi rasa
#soktahu ??
Nah, ini termasuk salah satu Resto favorit William Wongso klo ke Semarang, itu penuturan dari pemiliknya.
ukurannya kecil kecil krn sebagai hidangan pembuka bu