Menyusuri Temaram Goa Lalay Sawarna Banten

20140110_155034
menyusuri pematang sawah (semua foto dokumen pribadi)

Destinasi pertama yang di kunjungi saat ke Desa Sawarna sebetulnya adalah gua lalay. Tapi entah kenapa saya lebih tertarik pada timbul (sunrise) dan tenggelamnya (sunset) matahari. Jadi postingan pertama Senin, lalu seharusnya adalah destinasi yang ketiga di Desa Sawarna Bayah, Banten.

Panjang gua lalay di perkirakan berjarak kurang lebih 1000 meter. Untuk tiap kedalaman memiliki tantangan dan medan yang berbeda-beda. Yang jelas, karena masih di jadikan tempat tinggal para kelelawar, akhirnya penduduk disana menyebutnya sebagai goa lalay. Gua yang memikat karena stalaktit dan stalakmitnya ini memang salah satu destinasi wajib ketika kita datang ke Sawarna. Akan sangat di sayangkan sekali jika tak sempat menyusuri keindahan temaram gua lalay.

Jarak antara Homestay dengan goa lalay sekitar 1,5 km. Tentu saja bagi kami yang baru saja tiba di Sawarna setelah menempuh perjalanan selama delapan jam bukanlah hal yang mudah. Apalagi kami bukan olahragawan yang rutin terbiasa olahraga tiga kali dalam sepekan.

Namun, selama di perjalanan menuju goa lalay, kami di suguhi dengan pemandangan yang sangat memukau. Pematang sawah terhampar luas dan sedang menguning. Beberapa anak-anak terlihat sedang mengusih burung-burung yang mencari makan di tengah sawah.

20140110_155205 20140110_155205

Selain di suguhi dengan pemandangan yang memukau, kami pun kembali harus melewati sebuah jembatan gantung. Jembatan gatung menuju goa lalay terlihat lebih luas dan lebih kokoh. Meskipun terdapat sebuah jembatan, namun ternyata kedalaman sungai hanya selutut orang dewasa. Beberapa anak-anak kampung terlihat asyik bermain air di pesisir sungai.

Bahkan beberapa ibu-ibu sedang asyik mencuci pakaian di pinggir sungai dengan warna air yang keruh. Air sungai di Sawarna memang terlihat cukup coklat karena dijadikan sebagai sumber air untuk mengaliri sawah. Setelah itu dikembalikan lagi ke sungai. Maka tak heran setelah seharian hujan mengguyur, sungai tak ubahnya seperti sawah karena warnanya yang coklat pekat.20140110_155721 20140110_160248 Setelah hampir beberapa menit melawati keindahan alam pedesaan akhirnya kami tiba di sebuah pos yang jaraknya hanya 10 meter dari mulut gua. Disini setiap pengunjung akan diberikan arahan oleh petugas jaga. Setiap kepala di kutip lima ribu rupiah sebagai retribusi wisata. Meskipun menyediakan perlengkapan caving yang cukup lengkap mulai dari helm, pelindung lutut dan siku serta headlamp, tapi kami di izinkan masuk tanpa alat pengaman karena jarak yang di izinkan untuk anak-anak usia SMP dan SMA hanya berkisar 150 meter saja.

Dengan jarak seperti itu sudah bisa menyaksikan kelelawar yang bertengger di atap gua dan proses terbentukanya stalaktit dan stalakmit. Setelah diberikan pengarahan, kemudian kami pun masuk bergiliran. Kebetulan saya memandu grup F dengan anggota sembilang orang perserta didik. Semua anggota saya adalah anak-anak SMP. Meskipun grup F tapi grup kami selalu berada di depan.20140110_161102 20140110_161811 20140110_162146 Ini ketua kelompok dan wakil kelompok Grup F. Mereka berdua memiliki energi yang tak habis-habisnya. Sesekali saya selalu mengingatkan mereka untuk tidak terlalu bersemangat karena anggota kelompoknya kerap kali tertinggal.20140110_162204Hanya dengan menggunakan kamera smartphone, saya mengambil beberapa gambar. Syukurlah gambarnya tidak terlalu mengecewakan. Sementara juru fotonya bergabung dengan kelompok terakhir di belakang.

20140110_162706 Anak-anak sepertinya sangat excited sekali. Bahkan ketua grup dan wakil ketua grup F menantang saya untuk masuk gua lebih dalam lagi. Kemudian saya memeberikan arahan bahwa tidak bisa sembarangan masuk lebih dalam karena semakin dalam oksigen yang berada di gua akan semakin berkurang disamping itu ada bau gas yang keluar dari gua. Tanpa peralatan lengkap mustahil menjelajahi gua lebih dalam.20140110_162809Beberapa anak bahkan dengan sengaja meminum tetesan-tetesan air yang mengalir dari stalaktit. Sementara anak lainnya menimpali bahwa mereka minum pipisnya kelelawar hehehe. 20140110_162918 20140110_163117 Bagi saya ini adalah pengalaman pertama kalinya menyusuri sebuah gua yang masih di huni oleh kelelawar. Sensasinya memang sangat berbeda karena kami menyusuri gua yang dibawahnya mengalir sungai yang dangkal. Pasir sungai terasa di jemari kaki bahkan beberapa batu karang sempat menggores kaki anak-anak yang merupakan “oleh-oleh” dari penelusuran sebuah gua.20140110_163147 Dengan berbekal headlamp dan beberapa senter kecil, gua yang gelap gulita menjadi sedikit temaram dan memiliki nuansa yang tak terlupakan. Sambil menunggu beberapa kelompok lagi yang datang, saya pun mengabadikan beberapa momen penting bagi anak-anak. Ini adalah pembelajaran yang terbaik bagi anak-anak langsung dari alam. Mereka tidak hanya membaca tapi bisa melihat proses terbentuknya stalaktit dan stalakmit.20140110_155156Dalam perjalanan pulang kedua anak didik saya masih saja ngedumel karena tidak di berikan kesempatan untuk menyusuri gua lebih dalam. Sementara beberapa anak meratapi nasib tablet dan handphonenya yang tercebur di sungai dalam gua. Mereka lupa untuk menitipkan pada guru pembimbingnya masing-masing. 20140110_155201

Dalam perjalanan kami di suguhi kembali pematan sawah yang siap dipanen. Bulir-buir padi menyembul seolah sudah ingin meloncat. Suasana pinggir pantai yang tidak terlalu panas untuk ukuran kawasan pantai selatan.

Akhirnya grup F pun keluar dan bergegas mengejar matahari terbenam di Tanjung Layar. Puas dengan penjelajahan singkat nan eksotik menikmati gua lalay di Desa Sawarna, Bayah, Banten.

Salam Hangat

@DzulfikarAlala

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.