Kemarin siang (6/8) saya dan ayah saya panen ayam negeri sebanyak lima ekor saja. Saya lumayan kaget karena ayam-ayam yang dipelihara disamping rumah itu sudah cukup banyak. Nah, karena ayah saya terbayang-bayang ayam pop untuk buka puasa, akhirnya kami memotong lima ekor ayam negeri saat itu juga. Panen ayam ini sudah direncanakan sejak sepekan menjelang bulan puasa.
Ayah saya punya pengalaman jika setiap saat menjelang lebaran mengalami kesulitan mendapatkan ayam. Pengalaman ini kerap kali juga dialami oleh sebagian masyarakat Indonesia yang hendak memasak opor ayam Lebaran. Padahal saat lebaran identik dengan menu opor ayam.
Tentulah sang ayam menjadi bahan baku utama sebagai sajian di hari kemenangan. Tapi seperti kita ketahui bersama di Indonesia ini apa sih yang tidak dijadikan kesempatan untuk meraup untung lebih?
Makanya daripada mengutuk ketidakbecusan pemerintah mengontrol harga di pasar dan melawan kartel pengusaha yang ingin mujur dengan cara tidak jujur, langkah ayah saya ini sangat inspiratif dan bisa diteladani bersama.
Yah hitung-hitung jadi peternak ayam musiman setiap menjelang bulan puasa. Dijamin tidak akan mengurangi kadar keimanan bahkan bisa dijadikan kegiatan mengisi waktu disaat senggang dengan memelihara hewan ternak demi sajian istimewa bagi anak dan istri disaat lebaran.
Untuk masalah keimanan memang tergantung orangnya juga sih. Soalnya pernah ada riwayat seorang sahabat nabi yang lupa ibadah gara-gara ternaknya semakin banyak hehehehe.
Awalnya ayah saya membeli bibit ayam seharga 6000/ekor. Harga tersebut harga bibit ayam di Bandung sepekan sebelum Ramadan. Targetnya yaa saat lebaran sudah bisa dipanen. Saat ini kabarnya harga bibit hanya 2000-3000 rupiah saja. Wajar karena masa panen saat lebaran sudah pasti lewat.
Urusan pakan tinggal membeli di warung penjual pakan ayam. Harganya antara 6000 sampai dengan 7000. Pokoknya pakan ini sudah di produksi pabrik dan didalamnya terkandung obat sebagai penggemuk ayam. Kata Ayah saya, perlu di perhatikan bahwa pakan ini ada aturan pemberiannya.
Terutama jika akan dipanen pakan BR1 harus dihentikan tiga hari sebelum ayam dipotong. Sedangkan pakan BR2 berfungsi untuk memadatkan dagingnya.
Jadi yang bahaya itu kalau pakan BR1 bisa sampai dikonsumsi oleh manusia. Makanya ada beberapa kasus anak-anak yang gemar makan ayam goreng dan mengalami obesitas bisa dicurigai ayam yang dikonsumsi bukan ayam yang terbebas dari pakan BR1. Artinya penghentian pakan BR1 diabaikan. Wajarlah kadang ada juga kan peternak yang tidak jujur.
Nah, untuk antibiotik dan vitaminnya, ayah saya hanya menggunakan ramuan herbal khusus dari bahan-bahan alami saja bagi ayam-ayamnya. Walhasil ayamnya sehat walafiat.
Boleh juga dipraktikkan untuk diberikan kunyit. Selain sebagai antibiotik juga dapat merangsang selera makan ayam. Dulu waktu saya susah makan, nenek sayalah yang suka mencekoki saya dengan kunyit racikannya. Wah jadi saya gak beda jauh ya sama ayam huhuhuhu.
Lima ekor ayam yang dipotong akhirnya tidak jadi dijadikan menu ayam pop karena gatot alias gagal total hehehe. Resepnya boleh nyontek dari internet. Akhirnya dibuatlah ayam goreng dan opor ayam untuk menu berbuka dan sahur terakhir.
Dengan peralatan sederhana dan modal tidak terlalu besar, ayah saya berhasil memberikan persediaan ayam menjelang lebaran.
Disaat orang lain kesulitan dan terpaksa harus membeli harga ayam dengan harga yang sangat tinggi hingga mencapai 150 ribu rupiah, kami bersyukur karena mendapatkan hasil yang tinggal dituai. Dua ekor ayam lainnya kami berikan pada asisten rumah tangga yang selalu setia membantu pekerjaan rumah sehari-hari.
Walhasil mereka pun sumringah karena dapat menghemat uang THR. Ini bukan bentuk senang-senang diatas penderitaan orang lain yaahh.
Coba lihat hasilnya di gambar pertama. Ayam yang siap panen dibandingkan dengan ayam jantan petelur. Perkiraan kami berat satu ekor ayam negeri pedaging itu sekitar dua kilogram.
Hasil tersebut setelah melewati masa pemeliharaan selama lima pekan. Menurut ayah saya, ayam peliharaannya boleh dibilang sebagai ayam semi organik. Nah, jelas untuk konsumsi pribadi sangat sehat dan kehalalalnnya juga sangat terjaga. Fresh from the oven lagi hehehe.
Nah, demi menjaga ketertiban lingkungan (protes tetangga) ayah saya membersihkan kandang setiap hari, dan kotoran ayam dipendam di sebuah tong sehingga bisa dijadikan kompos. Nah untungnya berlipat bukan?
“Siapa yang menanam dia pasti menuai” #pepatah
Nah buat yang tertarik, sudah sebaiknya kita mandiri. Mengelola sampah sendiri dan menyediakan bahan pangan sendiri sebisa mungkin dari apa yang ada. Karena kita tidak bisa selalu hanya mengandalkan pemerintah.
Kalau bisa mujur banyak ngapain harus jujur?
Salam Mudik dari Bandung