Saya yakin kalau saja Agus Mulyadi dilahirkan pada tahun 1928 saat Sumpah Pemuda diikrarkan, mungkin dia kini bukan hanya terkenal sebagai penulis buku Jomblo yang hafal Pancasila. Namun ia akan dikenal sebagai salah satu motor perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Tapi, sosok pemuda seperti Agus Mulyadi memang sudah takdir dilahirkan pada saat kaum perempuan semakin banyak tapi kaum jomblo tak pernah beranjak. Seperti enggan mengubah takdirnya sendiri.
Tapi jangan khawatir, toh perjuangan itu tak harus selalu mengangkat bambu runcing. Kini sosok pemuda seperti Agus Mulyadi, Kalis Mardiasih dan mungkin sedikit sepuh tapi masih juga muda, Iqbal Aji Daryono, memang eranya berjuang dengan sebuah tulisan.
Pemuda masa kini itu berjuang dengan caranya sendiri. Ahmad Fuadi, penulis novel trilogi Negeri Lima Menara saja sering mengutip kata-kata mutiara ini.
“Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) mampu menembus jutaan kepala,” Sayyid Quthb.
Nah, sayangnya di era digital ini banyak pemuda yang punya karya tapi tak pernah diulas di media. Apalagi mendapatkan penghargaan dari pemerintah ataupun perusahaan. Padahal tak sedikit pemuda Indonesia yang berinovasi dan memiliki berbagai kiprah ditengah masyarakat untuk berbagi, mengembangkan desa, mendidik anak-anak, hingga menggerakkan ekonomi sebuah daerah, sampai mendedikasikan dirinya demi kepentingan orang lain.
Pernahkah kamu mengetahui sosok-sosok pemuda seperti itu?
Apakah kamu pernah kenal dengan sosok seperti Risna Hasanuddin, sosok yang menjadi Kartini masa kini?
Risna Hasanuddin bukanlah perempuan biasa. Dua kali hendak diperkosa sebagai intimidasi dari warga sekitar yang awalnya menolak keberadaannya, kini malah dianggap sebagai pahlawan bagi perempuan dan anak-anak di Desa Korbey, Manokwari Selatan, Papua.
Risna adalah seorang guru lulusan Universitas Pattimura, Ambon. Perempuan kelahiran tahun 1988 ini bukan hanya bertaruh harta tapi juga kehormatan dan nyawanya demi mencerdaskan perempuan Arfak di Papua.
Keprihatinan dan kecintaannya terhadap bumi Papua membuatnya tergerak untuk membantu perempuan-prempuan Arfak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Risna bukan warga asli atau putri Papua asli, namun kecintaannya begitu mendalam terhadap Bumi Papua.
Pemegang gelar Sarjana ini berbeda dengan sarjana-sarjana lainya yang mengejar pekerjaan dan tunjungan sertifikasi guru. Risna malah berangkat ke Papua untuk mengubah cara pandang perempuan Arfak agar maju dan melek huruf.
Perempuan asal Banda Neira, Maluku Tengah ini bukan hanya saja mengajarkan membaca dan menulis bagi perempuan Arfak tapi juga membantu mengembangakan usaha menengah kecil perempuan-perempuan Arfak yang selama ini kurang diperhatikan oleh pemerintah…. selengkapnya.
Risna memang bukan pesohor seperti Dian Sastrowardoyo yang tengah dikritik karena menampik ajakan selfie salah satu fansnya. Padahal, film yang dibintanginya, Kartini, tengah tayang di bioskop.
Lain Risna, lain pula dengan sosok Ichsan Rusdi, seorang dosen di Banda Aceh yang membantu ibu-ibu nelayan tiram bersama dengan teman-temannya di Yayasan Pendidikan Kemaritiman Indonesia yang memelopori membangun rumah tiram Kampung Tibang.
Budidaya tiram tradisional ternyata memiliki sisi gelap yang tidak diketahui banyak orang. Ibu-ibu dari Provinsi Nanggro Aceh Darussalam ini harus berendam dua hingga tiga jam demi mendapatkan tiram. Ternyata limbah berat yang berada di pesisir pantai memengaruhi alat reproduksi ibu-ibu malang ini.
Selain mengancam kesehatan, budidaya kerang tiram ini juga memaksa anak-anak usia sekolah untuk bekerja saat anak-anak lainnya mengenyam bangku pendidikan dasar. Tak ada pilihan lain selain harus menyambung nyawa, membantu kedua orang tua berburu tiram dengan cara tradisional menghabiskan banyak waktu di dalam air yang mengancam kesehatan.
Namun semua berubah setelah datang komunitas dari perguruan tinggi di Aceh. Para dosen muda ini memperkenalkan budidaya yang ramah lingkungan dan lebih sehat bagi para nelayan. Ibu-ibu tak perlu lagi berjam-jam berendam saat air laut surut. Anak-anak tak perlu lagi membantu orang tua mereka disaat haknya harus berada di sekolah… selengkapnya.
Sosok-sosok seperti Risna dan Ichsan inilah yang hendak dijaring oleh PT. Astra International Tbk melalui ajang kompetisi Satu Indonesia Award 2017.
Satu Indonesia Award 2017
PT. Astra International Tbk menggagas Satu Indonesia Award sejak tahun 2010. Tahun ini menjadi tahun yang cukup spesial menginjak tahun ke 8. Astra secara khusus akan memberikan penghargaan kepada Pemuda Indonesia yang memiliki karya yang berdampak terhadap lingkungan sekitar.
Astra memang membatasi cakupan kegiatan yang dilakukan para pemuda di berbagai penjuru Indonesia, diantaranya; Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, Kesehatan, Teknologi dan satu Kelompok yang mewakili lima kategori tersebut.
Dari awalnya ratusan, hingga terakhir pada tahun 2016, jumlah peserta yang mengikuti ajang Satu Indonesia Award berhasil tembus hingga 2341 dari berbagai pelosok Indonesia dari Sabang hingga Merauke.
Oh ya ada sebuah bocoran yang mungkin bisa jadi kunci kemenangan peserta. Dari 9500 peserta yang pernah mengikuti Satu Indonesia Award tentu tak mudah untuk menjadi juara. Ada berbagai seleksi dan tahapan penjurian yang memakan waktu dan sangat melelahkan.
Namun, ada satu hal yang diungkapkan oleh salah satu juri yakni, Prof. Fasli Jalal (Wakil Menteri Pendidikan Nasional RI 2010-2012 dan Guru Besar Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta). Beliau secara khusus mengatakan bahwa juri mencari sosok pemuda di daerah terpencil yang punya aksi nyata mengubah lingkungannya. Kegiatannya tersebut bukan hanya berdampak positif bagi lingkungannya tapi tuga bagi masyarakat sekitar.
Nah, jika kamu pernah jalan-jalan ke daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) kemudian mengetahui sosok pemuda inspiratif yang bisa kamu daftarkan, jangan ragu untuk mendaftarkannya sebagai penerima Satu Indonesia Award 2017.
Pemenangnya akan menerima apresiasi berupa bantuan dana sebesar Rp 60.000.000,- dan pembinaan kegiatan.
Kegiatan yang begitu bagus untuk mengapresiasi para pemuda di daerah pesisir, khususnya para pemuda di daerah 3T yang telah banyak berbuat untuk lingkungan sekitarnya.
Betul Han, ayo klo ada calon di Sumbawa boleh didaftarkan untuk awardee selanjutnya.