Banjir melanda Jakarta tanggal 25 Februari 2020. Beberapa titik hampir rata dengan warna biru kalau kita cek di Google Maps.
Nah, saya punya pengalaman sendiri saat masih bekerja di Jakarta. Saat ini saya tinggal di Tangerang Selatan dan kerja di wilayah yang sama. Jadi, hampir tidak terkendala lagi dengan banjir.
Tetapi, ada beberapa tips yang bisa saya bagikan buat teman-teman yang masih kerja di Jakarta dengan rumah di sekitar Jakarta.
Jangan gunakan mobil
Buat yang bermobil ria, boleh saja sih menggunakan mobil, tetapi konsekuensinya jelas harus bisa tahan lama bermacet-macet ria.
Kondisi banjir biasanya paling tidak menimbulkan genangan air. Genangan air sedikit saja bisa mengakibatkan kemacetan. Dan ini yang terjadi di Pasar Ciputat. Sering sekali saya terjebak kemacetan setelah turun dari flyover ke arah Parung.
Ternyata kemacetan yang panjangnya minta ampun itu disebabkan oleh genangan air. Sehingga mau tidak mau lajur yang tadinya bisa dilalui dua kendaraan menyempit menjadi satu lajur.
Kalau tidak urgent banget, mending pakai sepeda motor. Kalau anak istri sekolah dengan arah yang berbeda sebetulnya mereka bisa berangkat menggunakan taksi online sehingga kamu tetap bisa berangkat ke kantor tanpa takut terlambat.
Manfaatkan akses CL, MRT, dan Transjakarta
Nah ini yang menjadi andalan saya selama bekerja di Jakarta saat kondisi banjir. Paling bener ya gunakanlah transportasi umum seperti Commuter Line, MRT atau Transjakarta.
Kelebihannya memang bebas dari pegal meskipun macet kita tetap bisa menikmatinya tanpa harus repot dan kelelahan di perjalanan.
Biasanya saya rela berpindah-pindah menggunakan angkutan umum. Dulu rute berangkat kerja saya dari Tangerang Selatan ke kantor di Mega Kuningan.
Jadi saya parkir motor dulu di Stasiun Rawa Buntu, kemudian naik Commuter Line. Saya turun di Stasiun Kebayoran dan lanjut jalan kaki ke Halte Velbak menggunakan Transjakarta.
Koridor 13 ini melayani dari Ciledug hingga Mampang. Lalu saya ganti bus ke arah Senen dan turun di halte Patra Kuningan.
Percaya gak percaya rata-rata kalau cepat semua bisa ditempuh dalam waktu 60 menit. Paling lama sekitar 100 menit.
Lelah memang dengan rute seperti itu, tetapi saya selalu ambil positifnya yaitu tetap bisa bergerak dan sambil sekalian olahraga. Jadi, gak heran ya kalau datang ke kantor udah bau asem lagi hahaha.
Bawa payung dan jas hujan
Ini dua senjata yang rasanya memang kerap dilupakan kaum laki-laki. Mungkin karena ribet atau gengsi juga bawa payung.
Tapi, selama saya kerja di Jakarta banyak juga kok laki-laki yang tak risih lagi bawa payung di tasnya. Biasanya mereka berbekal payung lipat.
Nah, kalau saya sih biasanya untuk hujan rintik-rintik lebih mengandalkan jaket anti air. Makanya saya sengaja beli jaket dengan bahan parasut anti air sekaligus.
Maksudnya ya supaya kalau hujan rintik-rintik masih tetap bisa diterobos tanpa harus menggunakan payung. Kecuali kondisi hujan benar-benar deras.
Jaket ringan dengan bahan anti air memang agak mahal sih ya. Rata-rata di atas Rp300 ribuan.
Tapi, selama saya pakai worth it banget. Sekaligus bisa tetap dipakai kalau nyambung pakai ojek online. Jadi gak ribet pakai jas yang disediakan sama abang ojolnya.
Sedia camilan dan air minum
Kalau memang ketika pulang kantor kondisi masih belum memungkinkan alias masih hujan deras dan info banjir di mana-mana, biasanya saya sudah persiapan membeli roti dan menyiapkan satu botol minum.
Buat jaga-jaga aja karena pada malam hari biasanya ada saja hal-hal yang tidak bisa diprediksi seperti jadwal perubahan Commuter Line atau tiba-tiba jalur putus karena banjir dan harus berganti transportasi lainnya.
Nah, camilan dan air minum ini buat energi kita supaya tidak masuk angin. Banyak yang suka memaksakan diri untuk pulang lebih awal tetapi kondisi mereka sendiri kurang diperhatikan apakah sudah makan atau belum.
Jadi, tetap pastikan perut tidak kosong ya!
Jangan memaksakan diri jika kondisi jalan tidak aman
Hal terakhir yang biasanya saya lakukan adalah memantau kondisi jalur ke kantor. Malahan kalau hujan deras berlangsung cukup lama, biasanya saya mengurungkan diri untuk berangkat ke kantor.
Ya, untung lah dulu saya kerja di startup yang punya privilege kerja dari rumah alias remote working.
Oke, temen-temen, itu saja tips yang bisa saya bagikan. Tetap semangat ya!
Sedihnyaaa lihat banjir di Jakarta. JAdi teringat waktu masih kerja dulu, kawasan Bubakan pernah banjir sampai sepaha. Jalan kaki akhirnya dari tempat kerja menuju RS Pantiwilasa Citarum. Dijemputnya di sana, hahahaa
Iya benar, risiko kerja di Jakarta mmg harus pinter atasi banjir. Perjuangan bagi para pekerja. Pasti susah klo sedang banjir.
semoga warga yg terkena banjir bisa diantisipasi dengan baik. memang harus pintar2 nih kalo banjir, biar bisa tetap survive.
saya bersyukur ga tinggal di daerah banjir, m3skipun dulu sempet tinggal di jakarta tp ga pernah kena banjir
iya sekarang intensitas hujan sedang tinggi, jadi harus sabar deh. Hujan dikit langsung banjir. Dalam satu bulan ini saja sudah 6 kali kebanjiran di daerah yang sama.
kebayang ribetnya, anaku sih kemarin ini disuruh kerja dari rumah karena akses ke kantor banjir
Benar. Beberapa kantor malah ada yang menyediakan fasilitas evakuasi keluarga ke hotel, dan itu ditanggung sama kantornya sampai beberapa hari hingga banjir surut.
Apakah ini saat yang tepat Jakarta punya alat transportasi air? hwhwhw.
Kita masih heran dengan kondisi dan manajemen perencanaan kota. Musim hujan kebanjiran, musim panas kekeringan. Kita ini yang gak mau belajar dari sejarah nabi Yusuf.
Duh, Jakarta banjir lagi. Jadi repot mau kemana2. Memang bener lebih baik pake transportasi umum saja.
Sebaiknya memang begitu, yakin kok kita bisa membuat Jakarta lebih nyaman bersama-sama. Iri banget lihat negara orang transportasi umumnya maju dan macet bisa teratasi.
Tips di atas pasti berguna banget buat temen-temen di Jakarta. Salut sama mereka. Warrior banget.
Iya bener banget, saya juga lelah waktu masih kerja di Jakarta.