Inovasi Buku Digital bisa jadi ‘Ancaman’ bagi Guru

Rasanya belum sah jika belum berfoto dengan bang Andy Noya dengan penampilan barunya. Beberapa waktu lalu saya bertemu lagi dengannya di sebuah acara peluncuran buku digital di bilangan Menteng, Jakarta. Keberadaannya ditengah-tengah penonton merupakan sebuah kejutan bagi kami semua yang hadir. Selain bang Andy Noya saat itu hadir pula para publik figur seperti Kak Seto Mulyadi, Prof. Wardiman, mantan mendikbud, dan bang Sutan Batoegana dari Partai Demokrat yang juga anggota dewan.

Kedatangan mereka semua dalam rangka menghadiri peluncuran perdana buku digital yang di produksi oleh Pesona Edu, pengembang aplikasi pendidikan di Indonesia yang termasuk dalam tiga pengembang aplikasi pendidikan terbaik di dunia. Buku tersebut digadang-gadang akan menggantikan buku konvensional yang selama ini membebani siswa. Seperti kita ketahui begitu banyak beban buku yang harua dibawa siswa ke sekolah. Dengan adanya buku digital kedepan semua buku dapat di padatkan dalam sebuah tablet yang ringan dan modern.

Secara terbuka bahkan Sutan Batugana mendukung program atau aplikasi yang disematkan dalam tablet berbasis Android tersebut. Dananya akan dicarikan dari dana CSR, begitu tukasnya. Tentu saja tablet tersebut nantinya akan dibagikan ke sekolah-sekolah yang membutuhkan dari dana CSR tersebut.

 

Buku digital ini sebagai alternatif sumber belajar. Menurut salah satu rekan saya bahwa isinya tidak berbeda jauh dengan buku sekolah elektronik (BSE) yang ada. Hanya saja perbedaannya adalah lebih interaktif karena pemaparan teori dilengkapi dengan gambar animasi multimedia yang sangat mudah dipahami.

 

Pesona Edu saat ini baru mengembangkan buku digital untuk mata pelajaran Matematika dan Sains tingkat SMP. Kedepan akan dikembangkan pula untuk mata pelajaran lainnya.

Untuk guru yang open minded tentu saja buku digital ini sangat membantu, sebaliknya bagi guru yang belum bisa menerima perubahan, buku digital ini bisa jadi malah menjadi sebuah ancaman baru bagi keberadaan seorang guru. Bisa-bisa peran guru digantikan oleh sebuah tablet.

Hal ini disinggung juga oleh Andy Noya bahwa guru biasanya takut kehilangan powernya. Semacam post power syndrome barangkali. Apalagi jika murid lebih asyik dengan tabletnya ketimbang memperhatikan gurunya. Namun demikian, inovasi buku digital ini sangat positif dan harus terus dikembangkan untuk kepentingan dan perubahan paradigma pembelajaran yang tidak melulu disuapi tapi harus mulai mandiri dan pro-aktif.

Buku digital ini diharapkan mengubah gaya belajar yang tadinya teacher centered menjadi student centered. Sehingga kecanggihan teknologi tidak hanya dirasakan untuk hiburan semata tapi juga untuk menumbuhkan minat baca dan semangat belajar.

Inovasi teknologi seperti ini sayangnya lebih mudah diserap oleh negara-negara maju karena infrastruktur yang memadai. Sedangkan di Indonesia aplikasi karya anak bangsa malah seperti ‘orang asing’ di negeri sendiri karena keterbatasan infrastruktur dan minimnya dukungan pemerintah. Bahkan terkadang inovasi teknologi ciptaan anak bangsa tidak sejalan dengan kurikulum yang ada.

Perlu sekali dukungan pemerintah dalam pemanfaatan teknologi agar siswa lebih mudah belajar dengan riang dan gembira. Model ceramah guru sudah saatnya tidak mendominasi di setiap kelas-kelas sekolah. Guru hanya fasilitator dan siswalah yang menjadi aktor utama dalam kegiatan belajar mengajar.

Salam hangat

Semua foto adalah dokumen pribadi

dzulfikaralala.wordpress.com

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.